Kamis, 20 Januari 2011

Prostitusi Facebook, Orangtua Jangan "Gaptek"

Orangtua harus mengawasi pergaulan dan teman anaknya di internet.

Praktik prostitusi melalui online atau situs jejaring sosial seperti Facebook dan Friendster menuntut setiap orangtua untuk mengikuti perkembangan zaman teknologi, dengan mempelajari internet.

Menurut Kriminolog Unversitas Indonesia (UI), Adrianus Meilala, dengan realita seperti sekarang ini, para orangtua sudah seharusnya mengawasi pergaulan dan teman anaknya dari internet.

"Orangtua jangan terlalu gaptek (gagap teknologi), harus mengejar perkembangan teknologi" ujar Adrianus.
Bila orangtua memang tidak mampu mengikuti perkembangan teknologi, maka perlu adanya kompensasi agar anak mereka tidak terjerumus dan menjadi korban oknum kejahatan.

"Perbanyak kegiatan positif dan juga komunikasi. Karena bisa saja anak terlihat biasa saat di rumah, tapi di luar dia liar," tambah Adrianus.

Menurutnya, penyalahgunaan situs jejaring sosial tidak dapat dihindari lagi karena bersifat terbuka. Facebook misalnya bisa digunakan untuk berbagai tujuan, baik atau jahat.

Siapa saja bisa membuat akun Facebook secara cuma-cuma. Sehingga Facebook bisa digunakan untuk berbagai tujuan. "Tidak bisa diseleksi kembali karena sifatnya yang terbuka," ujar Adrianus.

Maraknya penjualan gadis remaja melalui dunia maya, Adrianus menilai karena saat ini transaksi di dunia maya masih dianggap dapat meningkatkan nilai barang jualannya dan terlihat lebih bergengsi.

"Mudah, cepat, gampang dan volume mengakses yang cukup besar, selain itu juga cara promosi di internet dapat meningkatkan nilai jualannya, berbeda jika dengan cara konvensional di jala-jalan yang terkesan murahan," ujarnya.

Mengenai korban yang disasar berusia belasan tahun, menurut Adrianus, ada tiga alasan mengapa para siswi SMP berusia belasan tahun dan masih belia dapat terjerumus dalam tindak kriminal dan dunia prostitusi.

Pertama, para gadis belasan tahun ini masih senang hidup berkelompok dan meniru sikap teman satu kelompoknya serta mengatasnamakan solidaritas.  Sehingga tidak heran jika para korban umumnya tinggal berdekatan atau dalam satu sekolah.

Kedua, ada kemungkinan para gadis usia belasan ini ingin hidup mewah dan memiliki sesuatu seperti yang dimiliki temannya.

Ketiga, karena keterbatasan pengetahuan dan ketidaksadaran para gadis tersebut atas bahaya yang mengancam seperti penyakit kelamin dan lainnya.

Sehingga membuatnya lebih berani dan gegabah. Hal ini kemudian manfaatkan oknum tertentu dengan bujuk rayu dan iming-iming. "Ini tentu berbeda dengan gadis yang berusia di atasnya yang melakukan penuh kesadaran," ujar Adrianus.

Sebelumnya, Polres Jakarta Pusat membongkar sindikat perdagangan gadis ABG belasan tahun. Dari keterangan pelaku, diketahui perdagangan gadis ABG ini dilakukan selama rentang setahun melalui situs jejaring sosial.
Selama setahun, puluhan gadis ABG sudah menjadi korban. Sementara, polisi berhasil mengamankan tujuh korban yang semuanya berusia belia dan berstatus sekolah tingkat SMP.(vivanews)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Post