Selasa, 13 Juli 2010

Pendekar Pedang Jepang Melestarikan Seni Samurai

Masami Shioda (60), memegang tongkat bambu besar yang di ikat kulit, menghadap ke Vernon Church (48) seorang eksekutif internet memegang tongkat yang sama. Kack! Bang! Lantai bergetar oleh setiap pukulan, seperti menerjang maju dan menghentak.

Teriakan singkat, prak, dengan bahasa jepang dan Ingris terpatah-patah. Seperti suatu yang keluar dari film Kung Fu. Tenang sebentar setelah satu gerakan, kemudian mereka berlatih lagi dengan suara hentakan dan teriakan.

Shinkageryu Hyono adalah kursus kemahiran menggunakan pedang di Manhattan punya misi untuk melestarikan budaya kuno samurai. Seni beladiri ini didirikan di Jepang pada periode negara dalam perang (1480 - 1570) dan telah dilestarikan, demikian menurut Shioda.

"Anda bisa katakan tidak ada perbedaan apa yang kami latih sekarang jika dibandingkan dengan di jaman samurai dulu," kata Shioda yang merupakan guru dari kursus di Kota New York. "Itu sebabnya anda juga bisa katakan ini tidak sepopuler Kendo."

Murah senyum dan tawa, dengan gerak mata yang pelan dan prilaku yang sederhana, tidak banyak yang mengira akan kemampuan samurai yang dimiliki orang ini. Dia mengajar kursus di ruangan yang disewa dari studio tari. Musik klasik dari kursus tari di ruangan sebelah bisa didengar samar-samar. Sepertinya hilang oleh suara-suara hentakan tongkat mereka.
Sebuah Kebudayaan Kuno

[Sensei Masami Shioda dan muridnya Vernon Church berlatih selama kursus. (Joshua Phillip/ The Epoch Times)]

Sensei Masami Shioda dan muridnya Vernon Church berlatih selama kursus. (Joshua Phillip/ The Epoch Times)
Semenjak tradisi seni beladiri melarang orang untuk memungut bayaran untuk kursus , Shioda melakukan kegiatanya di studio yang harus disewa. Dia dan murid-muridnya bersama-sama menanggung biaya sewa studio. "Dia melakukan karena dia mencintainya," kata Church satu dari murid lamanya.

Setelah saling hantam dengan pedang latihan masing-masing mereka memutar dan berhenti hanya beberapa senti dari leher atau pergelangan masing-masing. Terlihat seperti akan saling menyakiti. Setelah melakukan satu putaran dengan muridnya, Shioda berhenti sejenak untuk membetulkan gerakan muridnya. "Seperti ini," katanya, mengajarkan Vernon menyapu dengan kaki.

Shioda telah menekuni Shinkageryu lebih dari dua puluh tahun. Dia di besarkan di Kamakura, 72 km dari Tokyo. "ini tidak di latih di kota saya," kata dia dalam bahasa Jepang yang di terjemahkan oleh seorang muridnya.

"Saya tidak puas dengan Kendo," kata dia, mengenang tentang latihan yang pernah di tekuni sebelumnya. "Nama Shinkageryu sangat terkenal tetapi saya kira bukan hidup di jaman modern ini. Bahkan di Jepang pun orang yang berlatih Shinkageryu mungkin hanya 500 orang."

Seni ini terus menerus di pertahankan mulai dari pakaian tradisional sampai metode latihannya.

"Kami sangat senang cara berpikir orang-orang masa lampau," kata Shioda.

Shioda menambahkan bagian dari misi Shinkageryu adalah melestarikan budaya samurai. "Apa yang terpenting adalah mempertahankan intisarinya," katanya. "Semua hal itu hanya bisa muncul pada jaman perang, dan untuk membuatnya terus terwariskan itulah intisari yang coba kami lestarikan."

"Bagi saya ada sesuatu yang sangat unik dari seni ini yang dipakai dalam pedang Jepang berlawanan dengan tangan kosong," katanya. " Saya tidak mau menyebutnya seperti kata-kata murahan seperti 'Energi Samurai,' tetapi sesuatu yang benar-benar asli Jepang, sangat unik dalam seninya dan digunakan hanya pada seni pedang Jepang."


Berkultivasi Kebenaran

Walaupun gerakannya yang cepat dan kerasnya bunyi dari pedang bambu Shinkageryu Fukuro Shinai, seni ini sebenarnya penuh kedamaian.

Pendiri Aikido, O-Sensei Morihei Ueshiba, pernah mengatakan, "Jalan dari para pendekar telah disalah artikan. Sebenarnya tidak dimaksudkan untuk menindas atau membunuh yang lain. Mereka yang menginginkan persaingan agar lebih kuat dari yang lain itu adalah kesalahan besar."

Laki-laki Jepang dengan perawakan kecil ini, menjadi terkenal sudah berumur 80-an mengatakan, "Jalan sejati dari para pendekar adalah untuk menghindari pembunuhan."

Shioda berbagi pilosofi yang senada pada seni beladirinya. Dia mengatakan lewat latihan, dia dan muridnya "belajar sedikit demi sedikit tentang kehidupan."

Ada banyak konsep salah tentang seni beladiri, jelas Shioda. Dia mengatakan sering orang datang kepadanya menginginkan untuk bertarung, atau menantangnya. Dia mengenang ketika seorang pendekar pedang menantangnya ketika dia masih muda, dan Shioda menerimanya. Dia mengatakan pertandingannya 50-50. Saya sedikit kalah karena dia terus menerus menikam jari kaki saya." Shioda tertawa ketika menirukan gerakan menikam pada kaki muridnya.

"Sangat sulit untuk bertahan," tambahnya.

Bagian terbesar dari tekniknya adalah pengendalian diri dan menggunakan lebih sedikit tenaga untuk mendapat hasil yang lebih besar. Shioda menambahkan dia menginginkan muridnya mengerti "bahwa anda tidak perlu kecepatan, anda tidak memerlukan kekuatan. Hanya fisik dan dinamika yang anda perlukan dan anda bisa memiliki potensi untuk mencapai kebesaran."

"Ini bukan masalah kecepatan dan otot. Adalah teknik," katanya. "Itu yang membuatnya sangat menarik."

Dia menambahkan dalam pengajaran filosofi dan prinsip-prinsip dari seni beladiri, dia ingin muridnya "menyenangi terlebih dulu, kemudian jika masih kurang pengetahuan buat lebih menyenangkan lagi, kemudian menjadi bagian darinya." (EpochTimes/man)


http://www.kaskus.us/showthread.php?t=3132197

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Post