Jumat, 31 Desember 2010

Harusnya Tak Ada Koruptor Dalam Sepakbola Indonesia

Korupsi adalah lintah yang menghisap darah bangsa ini. Membasmi dan mengganyang para koruptor lintah adalah sebuah tugas suci yang harus kita panggul bersama. Semua anak bangsa mesti ikut ambil peran, siapa pun juga harus ambil bagian.

Tak terkecuali dalam dunia sepakbola ! Sepakbola Indonesia adalah sebenar-benarnya monarki. Di sana, di kantor PSSI yang citranya sudah hancur itu, para raja dan juragan dengan seenaknya memperlakukan sepakbola Indonesia seperti miliknya.

Aksi suap dan sogok menyogok, mafia wasit, dan prestasi sepakbola yang terus anjlok tak bikin mereka merasa bersalah dan malu. Mereka terus saja jual kecap dan jual ludah tentang sepakbola. Pemerintah pusat dan daerah, semua departemen dan instansi, semuanya tidak kebal dari pemeriksaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Tapi, PSSI ? Tidak pernah! PSSI adalah sarang korupsi yang tak tersentuh. Mereka menggunakan statuta FIFA untuk berlindung dari intervensi pihak luar yang sudah muak dan ingin muntah melihat perilaku mereka. Bayangkan : di negara yang korupsi harusnya jadi musuh yang mesti diganyang ramai-ramai, PSSI malah dipimpin narapidana koruptor.

Nurdin Halid adalah terpidana koruptor. Tak tanggung-tanggung: Nurdin Halid sudah divonis bersalah 2 kali dalam kasus korupsi ! Di sini, koruptor malah anteng duduk di tribun kehormatan dan duduk manis di sebelah Presiden.

Presiden dan koruptor bisa duduk bersebelahan di tribun kehormatan hanya mungkin terjadi di negara yang korup, Bung. Bisa kalian bayangkan : koruptor (orang yang tidak terhormat) justru diberi kehormatan sedemikian rupa. Harusnya tak ada tempat secuil pun bagi koruptor.

Kalau mau lebih kongkrit : para koruptor itu seharusnya (dengan mengutip Soe Hok Gie) "Ditembak mati di lapangan Banteng". Tidak ada tempat bagi korupsi dalam sepakbola, tak boleh ada tempat bagi koruptor dalam sepakbola.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Post