(Eramuslim) Memasuki hari keenam aksi protes membahana di seantero Mesir, mereka meneriakkan yel-yel, "No Sulaeman, No Shafiq". Mereka menolak Wapres Jenderal Sulaimen dan Perdana Menteri Ahmed Shafiq, yang baru diambil sumpahnya ole Mubarak.
Sementara itu, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dengan tegas melarang anggota pemerintahannya untuk tidak memberikan komentar apapun tentang krisis politik yang terjadi di Mesir. Karena, Israel masih belum melihat jelas kemana arah perubahan politik di Mesir nantinya.
Mesir di bawah Presiden Hosni Mubarak mengikat perjanjian 1979, yang merupakan warisan pendahulunya Anwar Sadat, yang tewas saat mengikuti parade militer Oktober 1978. Rakyat Mesir marah terhadap Sadat yang membuat perjanjian perdamaian dengan Israel, dan kemudian dibunuh, bersamaan dengan hari ulang tahun militer Mesir.
Sunguh, Mesir dibawah Mubarak ikut melakukan blokade terhadap Hamas. Mesir membangun tembok baja, di sepanjang perbatasan antaras Mesir - Gaza, di Rafah. Bukan hanya tembok baja, tetapi juga Mesir menggali parit yang dalam di sepanjang tembok, diairi dan dialirkan aliran listrik. Sehingga tidak mungkin rakyat Palestina di Gaza dapat membuat terowongan lagi dari Mesir. Mesir terang-terangan membantu Israel memberikan informasi penting kepada Israel, saat sebelum berlangsungnya invasi militer Israel ke Gaza.
Di bawah Mubarak bagaimana Mesir memainkan peranannya sesuai dengan keinginan untuk menghadapi Iran, dan terus melakukan tekanan terhadap Iran, agar tidak mengembangkan senjata nuklirsnya. Mubarak benar-benar menjadi pecundangnya Israel. Mubarak memasok 40 persen gas kepada Israel dan dengan harga yang murah. Israel dengan keberadaan rezim Mubarak seperti mendapatkan mukjizat dan berkah. Mesir menjadi tulang-punggung Israel untuk mengeliminasi semua kekuatan yang menjadi ancaman Israel di dunia Arab.
Tentu yang lebih paling lagi, bagi negara kecil, seperti kecil dengan perjanjian perdamaian dengan Mesir itu, kiranya negera Yahudi itu dapat mengurangi resiko ancaman keamanan. Menurut para analis dengan postur Mesir yang berpenduduk terbesar di kawasan Arab itu, Mubarak bertugas menjaga kepentingan keamanan Israel dari ancaman negara-negara Arab. Tak ada lagi ancaman militer yang berarti sejak Mesir menandatangani perjanjian dengan Israel. Langkah Mubarak ini sangatlah tidak populer dimata rakyatnya yang berjumlah 80 juta itu. Umumnya rakyat Mesir mempunyai sikap yang negatif terhadap Israel. Tetapi, Mubarak benar-benar telah menjadi 'anjing penjaga' Israel.
Sungguh sangat ironis. Pernyataan mantan Dubes Israel di Cairo, yang mengatakan, "Siapapun pemerintah baru mungkin akan muncul dari demonstrasi yang bersejarah di Mesir - yag sangat populis, baik Islam atau persatuan nasional - "tidak ada keraguan bahwa rezim baru akan berusaha untuk kesepakatan perdamaian dengan Israel ," ujar Eli Shaked, mantan duta besar Israel ke Mesir. Lebih lanjut Eli Shaked yang menulis di harian Yedioth Ahronoth, menambahkan, "Satu-satunya orang di Mesir yang berkomitmen untuk perdamaian adalah orang-orang di lingkaran dalam Mubarak", tambahnya. Pernyataan Eli Sahked itu menggambarkan rezim Mubarak adalah peliharaan Israel.
Israel sangat antusias dan respek atas penunjukan kepala intelijen Mesir Omar Sulieman oleh Mubarak, sebagai wakil presiden, danm ini pertamakalinya dalam sejarah pemerintahannya selama 30 tahun. Kepala intelijen yang berkumis adalah tokoh intelijen yang secara ajek mengunjungi Israel. Di mana Omar Sulaeman melakukan konsultasi dengan menteri pertahanan Israel dan pejabat intelijen, yang membahas banyak isu kedua negara yang berlangsung selama tiga dekade.
"Mesir dan Israel memiliki kepentingan strategis bersama. Mesir menjadi sekutu Israel, dan telah membuat komitmen untuk tidak saling menyerang ", kata Shlomo Avineri, seorang ilmuwan politik di Universitas Ibrani. "Ini adalah negara Arab utama, dan tidak ada negara Arab lainnya akan melakukan perang dengan Israel, tanpa Mesir. Jadi ada kepentingan strategis bersama", tambahnya.
Avineri, yang memegang posisi senior di kementerian luar negeri di masa zamannya Perdana Menteri Yitzhak Rabin, menjelaskan dua kemungkinan, pertama ada camur tangan militer Militer, atau tanpa Mubarak sebagai "boneka," atau "kekacauan dan disintegrasi" yang berakhir dengan pemerintahan Islam, ujarnya. Israel paling takut kemungkinan Ikhwanul Muslimin, oposisi politik yang paling terorganisir di Mesir, yang akan mengambil alih kekuasaan di Mesir. Menurut Avineri, menilai, bahwa Ikhwan telah berhasil mengubah masyarakat Arab berubah lebih religius dan konservatif dalam beberapa dekade terakhir, tutur Avineri.
"Apa yang tidak akan terjadi adalah Israel akan memiliki tetangga yang menganut sistem demokrasi, karena demokrasi tidak muncul dalam semalam," kata Avineri. "Lihatlah Rusia anda membutuhkan masyarakat sipil.. Anda perlu tradisi politik, pluralisme, toleransi, adanya pihak yang efektif." Ini khas pandangan para pemimpin Zionis Israel, demokrasi itu identik dengan menerima kehadiran Israle yang menjajah tanah-tanah Arab.
Media Israel melaporkan terjadinya kepanikan yang sangat luar biasa dikalangan pejabat tinggi Israel, akibat krisis politik yang terjadi di Mesir saat sekarang ini. Angkatan Bersenjata Israel (IDF), yang sebagian besar terkonsentrasi di perbatasan Libanon dan Gaza, sekarang mulai digerakkan ke arah selatan. Di mana Israel telah empat kali berperang dengan Mesir. Kabel diplomatik Amerika yang diterbitkan oleh Wikileaks tahun lalu, menunjukkan adanya keluhan diplomat Israel, bahwa militer Mesir terus menganggap Israel sebagai musuh utama, dan siap untuk perang di Gurun Sinai.
"Saya tidak ragu bahwa pembentukan seluruh pertahanan sekarang akan meminta anggaran yang lebih besar", kata Oded. " Nah, kita harus menyesuaikan diri dengan situasi, di mana Mesir bukan mitra kami lagi, '"kata Oded Aren, Direktur Institute for National Security Studies, sebuah lembaga think tank di Tel Aviv, yang anggota adalah para pensiunan jenderal. "Mesir adalah semacam suar atau penanda untuk ketegangan keamanan, untuk bahaya dengan dunia Arab."
Perspektif Israel, yang penuh dengan sikap paranoid itu, di mana Al Jazeera menyiarkan wawancara dengan Tentara Islam militan, ketika terjadi kekacauan beberapa hari terakhir ini, telah berhasil meloloskan dari penjara Kairo dan kembali ke Gaza, di mana mereka berjanji untuk melanjutkan serangan terhadap Israel. Kata seorang anggota militan Islam, ribuan melarikan diri dari penjara Cairo.
"Ya, kami sangat, sangat khawatir tentang situasi ini," kata seorang Jenderal Israel. Krisis yang sekarang terjadi di Mesir, membuat nyali Israel menjadi mengkeret, dan saatnya negara Zionis itu harus musnah, karena menjadi kanker di dunia Arab. (mn/tm)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar